-->

LINTAS ONE

MEDIA ONLINE - WWW.LINTASONE.COM - FAKTA BERTANGGUNG JAWAB DAN PROFESIONAL - IKUTI TERUS BERITA TERBARUNYA

Upaya Majelis Hakim Pulihkan Hubungan antara Terdakwa, Korban, dengan Masyarakat

Jakarta,LintasOne.com,-Senin
24 Maret 2025
Perkembangan sistem pemidanaan tidak hanya bertumpu pada pemidanaan terhadap terdakwa, melainkan telah mengarah pada penyelarasan kepentingan pemulihan korban dan pertanggungjawaban terdakwa dengan menggunakan pendekatan keadilan restorative
Pengadilan Negeri Sintang, melalui Majelis Hakim yang mengadili perkara Nomor 211/Pid.B/2024/PN Stg yang kemudian berhasil melakukan upaya keadilan restoratif dalam perkara tersebut. 

Pengadilan Negeri Sintang, melalui Majelis Hakim yang mengadili perkara Nomor 211/Pid.B/2024/PN Stg yang kemudian berhasil melakukan upaya keadilan restoratif dalam perkara tersebut. Foto dokumentasi PN Sintang.
Perkembangan sistem pemidanaan tidak hanya bertumpu pada pemidanaan terhadap terdakwa, melainkan telah mengarah pada penyelarasan kepentingan pemulihan korban dan pertanggungjawaban terdakwa dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif (“Perma 1/2024”), keadilan restoratif sendiri diartikan sebagai pendekatan dalam penanganan perkara tindak pidana yang dilakukan dengan melibatkan para pihak baik korban, keluarga korban, terdakwa/anak, keluarga terdakwa/anak, dan/atau pihak lain yang terkait, dengan proses dan tujuan yang mengupayakan pemulihan, dan bukan hanya pembalasan.

Dalam Pasal 4 ayat (4) Perma 1/2024 tersebut, juga telah ditegaskan bahwa pedoman mengadili perkara pidana berdasarkan keadilan restoratif berlaku dan harus diterapkan oleh seluruh pengadilan, berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku. Adalah Pengadilan Negeri Sintang, melalui Majelis Hakim yang mengadili perkara Nomor 211/Pid.B/2024/PN Stg yang kemudian berhasil melakukan upaya keadilan restoratif dalam perkara tersebut.

Perkara tersebut berawal dari konflik yang terjadi antara kepala desa dengan warga Desa Penjernang, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat. Sebagai akibat pemberlakuan peraturan desa tentang larangan penjualan minuman keras dan praktik perjudian yang mendapat penolakan oleh sebagian warga desa.

Penolakan tersebut membuat Terdakwa, yang merupakan Kepala Desa Penjernang melakukan tindak pidana perusakan kaca mobil dan pintu rumah milik para warga yang kontra dengan pemberlakuan peraturan tersebut.

Para warga yang menjadi korban dan tidak terima dengan sikap Terdakwa, kemudian melaporkan perbuatan perusakan tersebut ke kepolisian hingga akhirnya perkara tersebut dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Sintang.

Konflik tersebut juga telah menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat desa, sebagian mendukung Terdakwa dan sebagian lagi mendukung para korban.

Perseteruan ini berlangsung lama dan telah menjadi konflik sosial yang mendapatkan perhatian dan penanganan serius dari Pemerintah Kabupaten Sintang, namun sayangnya sampai dengan perkara tersebut dilimpahkan ke pengadilan, persoalan tersebut tidak dapat didamaikan sebab para korban menolak untuk berdamai.

Dalam perkara tersebut, Terdakwa didakwa oleh penuntut umum dengan dakwaan tunggal yaitu Pasal 406 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Rp4.500.000,00 (vide: Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana), maka sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf c Perma 1/2024, Majelis Hakim menerapkan keadilan restoratif dan kemudian menganjurkan Terdakwa dan para korban untuk menempuh jalan damai dan membuat kesepakatan perdamaian.

Berdasarkan anjuran dari Majelis Hakim, Terdakwa dan para korban bersedia untuk membuat kesepakatan perdamaian, kemudian sesuai dengan Pasal 12 dan Pasal 15 Perma 1/2024 tersebut, Majelis Hakim menggali informasi antara lain berupa:

a. Dampak tindak pidana terhadap para korban;

b. Kerugian ekonomi dan/atau kerugian lain yang timbul sebagai akibat tindak pidana; dan

c. kemampuan Terdakwa untuk melaksanakan kesepakatan;

Kemudian Terdakwa dan para korban sepakat untuk membuat kesepakatan perdamaian sebagai berikut:

1. Terdakwa telah memohon maaf kepada korban Stepanus Lewi, dan korban Stepanus Lewi telah memaafkan kesalahan Terdakwa;

2. Terdakwa dan korban Stepanus Lewi sepakat berdamai dan tidak akan menuntut apabila dalam Pengadilan Negeri Sintang menyatakan Terdakwa lepas dari semua tuntutan;

3. Terdakwa bersedia membayar ganti kerugian sejumlah Rp5 juta kepada korban Stepanus Lewi;

4. Terdakwa dan korban Matius Bungsu sepakat untuk berdamai;

5. Terdakwa telah mengganti kerugian yang dialami korban Matius Bungsu dan melaksanakan syarat adat istiadat (Mali Rumah); dan

6. Korban Matius Bungsu berjanji tidak akan menuntut dalam bentuk apa pun kepada Terdakwa di kemudian hari;

Berdasarkan kesepakatan perdamaian tersebut dan oleh karena poin-poin dalam kesepakatan perdamaian tersebut telah dilaksanakan, maka berdasarkan ketentuan Pasal 19 Perma Nomor 1/2024, Majelis Hakim menggunakan kesepakatan perdamaian tersebut sebagai alasan yang meringankan hukuman bagi Terdakwa dan kemudian menjatuhkan pidana bersyarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

0 Response to "Upaya Majelis Hakim Pulihkan Hubungan antara Terdakwa, Korban, dengan Masyarakat"

Posting Komentar

Kadispendikbud kab. Pasuruan mengucapkan selamat Tahun Baru 2025

DPRD Kab Pasuruan Mengucapkan Selamat Hari Raya Idhul Fitri 1446H

Ketua dan Anggota MKKS Beserta GuruSMKN Kab Pasuruan Mengucapkan Selamat Hari Raya Idhul Fitri 1446H

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel